Fakta Mengejutkan di Balik Game Shadow of the Colossus

Fakta Mengejutkan di Balik Game Shadow of the Colossus
Fakta Mengejutkan di Balik Game Shadow of the Colossus

Awalnya Dirancang Sebagai Game Co-op Online

Game legendaris Shadow of the Colossus dikenal sebagai salah satu karya paling ikonik dalam sejarah industri game. Dengan kisah emosional dan pertempuran melawan makhluk raksasa yang megah, game ini berhasil meninggalkan kesan mendalam bagi banyak gamer. Tidak banyak yang tahu, Fumito Ueda sebenarnya ingin menghadirkan game ini sebagai pengalaman co-op online, namun arah pengembangan berubah hingga lahirlah versi single-player yang kini melegenda.

Ide mengejutkan ini terungkap dalam wawancara eksklusif antara Denfamicogamer dan Fumito Ueda dalam rangka perayaan ulang tahun ke-20 Shadow of the Colossus. Dalam wawancara itu, Ueda menjelaskan bahwa visi awalnya untuk game ini muncul setelah ia terinspirasi oleh game Battlefield 1942.

Terinspirasi dari Skala Besar Battlefield 1942

Fumito Ueda mengaku kagum dengan konsep 64 pemain manusia yang dapat bertarung dalam satu pertandingan di Battlefield 1942. Ia menilai kemampuan game tersebut menghadirkan intensitas dan dinamika “hidup” antar pemain sebagai sesuatu yang revolusioner pada masanya.

Menurut Ueda, “Kesadaran bahwa setiap karakter di medan perang dikendalikan oleh pemain nyata membuat saya yakin, industri game akan bergerak ke arah itu.” Ia pun mulai merancang konsep yang memadukan pengalaman epik tersebut dengan gaya petualangan sinematik khas karyanya.

Ide awal tersebut kemudian berkembang menjadi konsep perburuan makhluk raksasa secara kooperatif, di mana beberapa pemain dapat bekerja sama menaklukkan Colossus. Visi itu menggambarkan dunia luas, penuh aksi, dan menuntut kerja sama tim untuk mengalahkan musuh besar.

Lahirnya Konsep Awal “NICO”

Sebelum melahirkan Shadow of the Colossus, tim pengembang menamai proyek ini “NICO”, kependekan dari Next ICO. Dalam video purwarupanya, sekelompok karakter terlihat menunggang kuda, mengejar Colossus raksasa, lalu berkolaborasi untuk memanjat tubuhnya dan menghantam titik lemah sang makhluk.

Konsep tersebut serupa dengan Monster Hunter garapan Capcom yang rilis pada 2004, sebuah game yang juga menonjolkan elemen kerja sama antar pemain untuk menaklukkan makhluk raksasa. Namun, visi besar Ueda ternyata terlalu ambisius untuk diwujudkan pada masa itu.

Tantangan Teknis dan Keterbatasan Sumber Daya

Walau ide co-op online terasa menarik, Ueda dan timnya segera menyadari keterbatasan teknis yang mereka miliki. Teknologi jaringan dan kapasitas konsol saat itu belum mampu menangani pengalaman daring berskala besar yang diinginkan.

“Tim kami tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menciptakan dunia online yang stabil dan luas,” ungkap Ueda. Pada akhirnya, gagasan awal itu kandas, namun dari pembatalan tersebut lahirlah Shadow of the Colossus versi single-player yang kemudian menjadi salah satu mahakarya paling berpengaruh di industri game.

Keputusan itu ternyata menjadi langkah tepat. Shadow of the Colossus justru sukses besar karena fokus pada pengalaman emosional dan atmosfer yang mendalam antara pemain dan karakternya.

Fokus Baru: Membangun Pengalaman yang Lebih Personal

Seiring waktu, Fumito Ueda juga mengalami perubahan dalam pandangan terhadap dunia game. Ia mengaku bahwa dulu dirinya sangat menikmati permainan kompetitif dan penuh aksi. Namun, seiring bertambahnya usia, Ueda mulai mencari pengalaman bermain yang lebih reflektif dan tenang.

Ueda menegaskan, kini ia lebih fokus pada penciptaan pengalaman yang tetap terasa hidup meskipun dimainkan secara solo. Pandangan inilah yang akhirnya menjadi fondasi dalam menciptakan Shadow of the Colossus sebuah game yang berhasil membuat pemain merasa kesepian, kagum, sekaligus terhubung secara emosional.

Dari Gagasan Ambisius ke Mahakarya Abadi

Awalnya dirancang sebagai game kooperatif daring, proyek ini berubah arah dan justru melahirkan mahakarya yang diakui di seluruh dunia. Shadow of the Colossus kini dipandang sebagai simbol kekuatan narasi minimalis dan kedalaman artistik dalam dunia game modern.

Transformasi ini menunjukkan bahwa keterbatasan bukan penghalang, melainkan jembatan menuju karya yang lebih berkesan. Ueda berhasil membuktikan bahwa emosi dan makna bisa jauh lebih kuat ketika disampaikan melalui kesendirian di dunia yang sunyi.

Dari ide multipemain yang gagal hingga menjadi pengalaman soliter yang abadi, Shadow of the Colossus tetap berdiri sebagai bukti bahwa arah berbeda kadang membawa hasil yang jauh lebih besar dari rencana semula. Baca berita lain di sini.

Fakta Mengejutkan di Balik Game Shadow of the Colossus

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *